Sebetulnya agak aneh juga saya memilih buku ini, mengingat topiknya yang aduhai dan mungkin bisa membuat kerutan kening bakal bertambah beberapa milimeter. Namun apa daya, mata ini langsung jatuh cinta saat memandangi sampulnya, Kremlin Palace, men! :D
The Author
Simon Saragih – sepertinya pernah denger? – adalah seorang wartawan senior Harian Kompas, dengan pengalaman jurnalistik yang luas di bidang ekonomi dan internasional. Penulis menyelesaikan MBA pada Nanyang Technological University Singapore dan Massachussets Institue of Technology, Boston, AS (2001-2002). Beliau menjabat sebagai Editor Desk Ekonomi 1998-2001, dan Wakil Editor Desk Internasional 2003-2008. Ooh..
Content
Sekilas bila menengok susunan daftar isi, buku ini menawarkan essai dengan topik tertentu di tiap bab yang berjumlah 11 bab, dan tersusun secara kronologis.
Menyimak deskripsi singkat di sampul belakang:
Lebih dari setengah abad Uni Soviet terpuruk. Dikenal sebagai rezim yang brutal, kejam dan tidak menghargai hak asasi manusia. Setelah Uni Soviet runtuh, Rusia berusaha membangun ekonomi yang berantakan karena perlombaan senjata dengan AS dan Blok Barat. Namun krisis ekonomi Rusia malah semakin parah, kemiskinan meningkat, korupsi merebak dan organisasi kriminal pun bermunculan.Kalau saya, yang terbersit di fikiran ketika mendengar kata Rusia atau Uni Soviet cuma ada tiga hal: komunis, nuklir dan Gorbachev, presiden yang berciri khas tatto pulau di kepalanya. Nah, lalu kenapa di sub judulnya tertulis: Peran Putin dan Eks KGB?
Di bawah komando Vladimir Putin, mereka bergerak. Rusia bertindak langsung tanpa peran negara lain atau tanpa harus mengemis pada negara lain. Beberapa oligarki yang kaya mendadak di saat era reformasi atau transisi perekonomian, disikat oleh Putin. Kremlin juga kembali menasionalisasi aset negara yang sangat berharga yang sempat dikuasai swasta.Putin yang mana sih?
Siapa Vladimir Putin?
Diceritakan dalam buku ini, terlahir dengan nama Vladimir Vladimirovich Putin di Leningrad tertanggal 7 Oktober 1952, ia mendapat gelar sarjana bidang ilmu hukum di Universitas Leningrad. Selepas itu Putin tak sempat memiliki profesi sebagai praktisi hukum karena langsung bergabung dengan KGB (Komitet Gosudarstvennoy Bezospasnoti/Komite Kemanan Negara), yaitu salah satu agen intelijen yang paling disegani di dunia.
Tak dinyana, pengalaman bekerja di KGB itu kemudian benar-benar membawa Putin ke puncak kekuasaan Rusia dalam usia yang relatif muda, yakni 47 tahun! Ia adalah presiden kedua Rusia setelah Boris Yeltsin, yang secara resmi dijabatnya sejak 7 Mei 2000.
Sejak Putin menjadi presiden, Rusia memperlihatkan ingin tampil sebagai negara yang kuat, ingin memiliki eksistensi bukan saja di dalam negeri, tetapi di luar negeri. Rusia tidak saja berhasil, setidaknya hingga sejauh ini, mengambil kembali kekayaan negara dari perusahaan swasta. Rusia juga ingin memperkuat hegemoni di kawasan, setidaknya di beberapa negara eks Uni Soviet.Dan sepak terjang Putin dimulai dari kacaunya perekonomian dunia akibat krisis moneter yang menghantam perbankan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dimana saat itu Boris Yeltsin, presiden pertama Rusia, masih berkuasa…
IMF: Penyelamat Atau Penghancur?
Pada awal dekade 1990-an, dunia belum memahami betul keburukan dari apa yang dinamakan Konsensus Washington. Ini merujuk pada pemikiran Gedung Putih yang mempromosikan sistem perekonomian pasar. Sistem tersebut antara lain dipromosikan lewat Dana Moneter Internasional (IMF). Pada umumnya sistem perekonomian pasar, memang terbukti secara empiris memakmurkan berbagai negara.Hmm.. ya, kita semua tahu, Indonesia juga berada di barisan terdepan kalo masalah ngemis bantuan semacam ini. Namun yang baru saya tahu, ternyata apa yang dilakukan IMF itu tak dapat dipukul rata dapat diterapkan di semua negara.
Opini ini terkuak dengan jelas di buku ini, lewat pemaparan seorang ekonom tersohor yang juga peraih Nobel Ekonomi tahun 2001, Joseph Stiglitz.
Stiglitz menguraikan, akar resesi Rusia yang mencapai klimaks pada tahun 1998 adalah bukti keterlibatan IMF yang secara serampangan memaksakan reformasi ekonomi Rusia tuk ditempatkan di jalur cepat. Padahal, perubahan sistem ekonomi dari sitem terencana menuju mekanisme pasar membutuhkan waktu lama dan bertahap.
Sebagaimana yang telah ia tulis di bukunya Globalisation and Its Discontent, Stiglitz, menyatakan bahwa IMF itu arogan dan tidak mau mendengar opini negara berkembang yang justru ingin ditolong. IMF adalah lembaga yang menjauhkan diri dari sistem yang demokratis. IMF memberi resep yang justru makin menghancurkan negara, dengan secara perlahan membuat negara itu menuju resesi dan resesi itu menuju depresi.Wah, agak pusing juga saya mengikuti alur cerita yang berbau ekonomi banget. Inflasi, deregulasi, hingga skandal Fimaco yang melibatkan kroni Yeltsin dan IMF, menghiasi lanjutan skenario rentetan sejarah ekonomi Rusia di buku ini, yang berbuntut pada menguatnya opini tentang keterlibatan Amerika Serikat dalam kehancuran Rusia. What?
Semua Berakar Pada Satu Kata: Konspirasi
Adalah Anne Wiliamson, seorang wartawan kawakan yang membeberkan permainan peran Washington dalam penghancuran ekonomi Rusia lewat iming-iming kucuran dana IMF.
Rusia, saat Yeltsin berkuasa, telah menjalankan bisnis yang korup dengan bantuan George W. Bush dan terutama di bawah pemerintahan Bill Clinton dalam kolaborasinya dengan para bankir di Wall Street. Ini juga didukung oleh orang-orang rakus di Departemen Keuangan AS, Harvard Institue for International Development, dan manipulator dari lembaga bergengsi Nordex, IMF, Bank Dunia dan Bank Sentral AS (Federal Reserve).Tak heran jika bukunya yang berjudul Contagion: The Betrayal of Liberty, Russia, and the United States in the 1990s sempat dilarang beredar, mengingat Williamson secara blak-blakan menyebutkan nama-nama yang terlibat di dalam lingkaran konspirasi ini.
Bagai efek bola salju, polemik ini makin membesar dan menjadi pemberitaan umum di media. Seperti yang ditulis oleh Harian paling berpengaruh di Rusia, Nezavisimaya Gazeta:
AS memang tidak berniat menolong, bahkan ingin menenggelamkan Rusia. Sadar bahwa Rusia tidak memiliki apa-apa kecuali minyak dan gas, AS ingin menekan Rusia di segala sektor, termasuk minyak dan gas, pertahanan ekonomi dan terakhir, Rusia itu sendiri.Seperti kata pepatah: sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga, itu pun yang berlaku bagi Yeltsin. Ditengah keterpurukan ekonomi yang menjadi dan seruan revolusi yang makin merebak di tiap jiwa orang Rusia, pamor Yeltsin anjlok hingga ke titik nadir. Sebaliknya, dari titik inilah Putin mulai mencuat ke permukaan.
Dan Putin Pun Beraksi
Salah satu aksi Putin yang paling jitu, menurut saya adalah kembalinya sentral pemerintahan negara ke satu sumber, Kremlin. Seperti di Indonesia, reformasi di Rusia juga membuahkan desakan tiap daerah untuk menentukan nasibnya sendiri, atau yang lebih dikenal dengan nama otonomi daerah.
Setelah terpilih dengan mutlak pada pemilu Maret 2000 itu, Putin kemudian mengonsolidasikan kekuasaan secara vertikal. Ia mengeluarkan deskrit yang membuat 89 wilayah propinsi menjadi distrik yang diawasi langsung oleh orang kepercayaannya. Ini dimaksudkan untuk memperkuat posisi pemerintahan pusat.Dan efek yang ditimbulkan pun cukup mencengangkan. Indeks kepercayaan rakyat pada pemerintah meningkat pesat. Putin makin disukai karena memang budaya patrenalistik, yaitu kebutuhan akan pengayom negara yang kuat, masih berakar di relung hati orang Rusia.
Begitupun dengan hal penguasaan aset-aset kekayaan negara, termasuk kekayaan alam. Putin beraksi dengan tak pandang bulu, memberangus swastanisasi hingga ke akar-akarnya hampir di semua sektor. Imbasnya sangat signifikan. Nasionalisasi aset negara ini menyumbang limpahan dana segar ke kas negara, yang membuat Rusia mampu meningkatkan pengeluaran untuk tujuan sosial, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, dan program pemberantasan kemiskinan.
Hello? Ada yang akrab dengan kata-kata di atas? Ya, kalimat-kalimat yang di Indonesia hanya jadi semacam slogan, di Rusia ternyata sudah diterapkan dan terbukti, nasionalisasi kekayaan alam yang dikuasai swasta adalah satu keharusan, kalo ngga ya tunggu aja sampai bermunculan freeport-freeport berikutnya.
Next, layaknya mengikuti plot teratur, buku ini menguraikan sepak terjang Putin dalam pembaharuan demokrasi ala Rusia yang disebut dengan Russokrasi, kesuksesan ekonomi yang diraih, dan pandangan-pandangan dunia internasional mengenai kebangkitan negara ini.
Lessons for Indonesia
Rusia adalah salah satu negara yang paling parah terkena dampak krisis ekonomi di tahun 1997. Setelah menimpa Thailand, efek domino krisis juga mengenai Indonesia dan negara lainnya di Asia. Termasuk Rusia pun tak luput dari efek tersebut.Haduh, kalau anak gaul bilang sih: cape deeeh :D
Namun Rusia bisa bangkit dalam tempo yang relatif lebih cepat. Mengapa demikian? Ini tak lain karena elite Rusia cepat tanggap dan langsung melakukan tindakan penyelamatan. Tapi di Indonesia, yang sibuk dengan diri sendiri, luput memetik pelajaran berharga dari Rusia. Bangkitnya Rusia tak lain akibat kesadaran bahwasanya IMF bukanlah lembaga penolong, namun malah lebih menghancurkan.
Ya, memikirkan pemerintahan kita sekarang yang berjalan entah juntrungannya kemana ini, lama-lama membuat saya makin senewen. Apalagi ngomongin tingkah elite politik di negeri ini, itu sama aja dengan membuang-buang waktu percuma. Ngga akan ada habisnya. Stuck!
Jadi pesimis dengan kalimat di sampul belakang yang bertuliskan:
Pembelajaran di pustaka ini patut disimak oleh pengamat kenegaraan, pengamat ekonomi, praktisi politik, hingga mereka yang mendalami studi hubungan internasional.Saya malah mendadak membayangkan para elite itu menggunakan buku ini sebagai kipas saat mereka terkantuk-kantuk di sidang kabinet. *beuh*
Apakah kita akan selamanya tak bisa memetik hikmah dari apa yang dialami oleh Rusia? Only God knows…
Bangkit Indonesia!
image credit:
self collections
http://matanews.com/2010/04/02/rusia-perkuat-pakta-militer-dan-energi/
http://www.blackagendareport.com/?q=content/let-imf-die
http://www.elder-helper.com/
http://news.bbc.co.uk/2/hi/7863286.stm
http://elqorni.wordpress.com/2010/03/04/panduan-gaji-20092010/
16 comments:
pembelajaran untuk Indonesia na sip tenan, apalagi disertai foto seperti itu >.<
baru denger, Simon Saragih
wah, kere, mas...
seandainya nasionalisasi perusahaan swasta itu jg diterapkan oleh indonesia, mungkin indonesia akan lbh baik ke depannya ya...
btw, i'm one of the fan of vladimir putin..
he could bring rusia to be on the right track... :)
hmmm... apa benar hal seperti ini bisa di terapkan ke negara Indonesia ini !? agak sangsi juga se.. (-__-")
entah harus beberapa puLuh tahun ke depan untuk bisa menerapkan konsep2 seperti itu, mengingat pemimpin dan wakiL rakyat beLakangan ini sudah pada cacingan semua, aLias suka pada ngantuk di saat sedang membicarakan kepentingan rakyat.
sebagai bagaian dari sejarah negara adidaya, saat bernama Uni Soviet, negara ini selalu diperhitungkan dalam percaturan politik bangsa.
BTW, o ya Mas, terimakasih sudah berbagi..
SALAM kenal dari kami di Kendari... :)
nice post sob..review na keren :D
mampir k blog q juga yah..??
Sebuah ulasan yang sangat menarik dan memikat Mas Darin. Saya jadi tahu sejarah lengkap jatuhnya Uni Soviet dan bangkitnya kembali ekonomi Rusia dengan membaca ulasan Mas Darin ini.
Hem, kalau saja negara kita mau berkaca dengan Rusia mungkin negara kita tak harus muter-muter dan seperti jalan di tempat kayak sekarang ini. Bahkan kini asset-asset milik negeri ini sudah satu persatu berpindah kepemilikannya kepada asing. Benar kata Amin Rais dulu, kalau semua asset milik negara ini sudah dijual ke asing maka negara ini tak lebih dari negara kuli. Sungguh sangat Menyedihkan!
ditunggu artikel selanjutnya ya =)
berat nih bukunya...
mantep !
Woow, saya tercengang melihat kepanjangan dari IMF di foto yang ada... :D LOL
Mohon info, untuk mendapatkan buku" rusia bisa memesan dmn? Terima kasih
Mohon info, untuk mendapatkan buku" rusia bisa memesan dmn? Terima kasih
Examentrance, How To Get 2020 Jamb Expo, How To Upgrade Jamb score 2020 ,free jamb expo website, Video Cloning App For Yahoo
Post a Comment